MASALAH
SOSIAL DI LINGKUNGAN MASYARAKAT
Hedonisme
yang berasal dari bahasa Yunani Hedone
yang
berarti kesenangan atau kenikmatan.Hedonisme
adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan
kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup.
Kehidupan arus globalisasi dan modernisasi yang kian tidak terbendung
semakin menandakan keterpurukan intelektual mahasiswa dewasa ini.
Ekonomi kapitalis dan konsumerisme tingkat tinggi justru telah
menenggelamkan ide-ide segar kaum muda terhadap perubahan bangsa.
Seperti seolah tidak peduli, lambat laun negara ini bak kapal bocor
di dasarnya karena tidak ada agent
of change
yang selalu siap mengawal kemana negeri ini akan
dilayarkan.
Gejala
hedonisme ? Rasa
gengsi tinggi yang diperoleh dari menonjolkan merek-merek terkenal
dan mahal, atau simbol-simbol kemewahan lainnya adalah merupakan
gejala umum sekarang ini.Padahal
dalam sebuah forum Prof. Husein Haikal, MA (guru besar UNY) pernah
berkata bahwa “Untuk menjadi orang hebat dan sukses itu usaha dan
tantangannya luar biasa”. Tidak ada orang besar di negeri ini yang
masa mudanya hanya dipenuhi oleh kegiatan hura-hura dan berfoya-foya,
pasti pada masa mudanya dijalani dengan usaha keras.
Hedonisme
mempunyai makna sebagai perasaan acuh tak acuh terhadap lingkungan
sekitar yang ada di luar komunitas mereka. Pencetus paham hedonisme
adalah Filsuf Epicurus (341-270 SM), yang berpendapat bahwa
kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan paling utama dalam
hidup. Filsafatnya dititikberatkan pada etika yang memberikan
ketenangan batin. Kalau manusia mempunyai ketenangan batin, maka
manusia mencapai tujuan hidupnya. Akibat budaya hedonis tersebut,
mahasiswa jauh dari budaya berpikir kritis, bahkan mereka menjadi
alergi dan antipati dalam merespons segala persoalan yang kini
menggerogoti bangsa Indonesia. Akankah selamanya seperti ini?
Terpenjara dalam labirin kehidupan hedonis yang tak akan pernah putus
dan diperbudak oleh kapitalis serta menjungjung tinggi nilai-nilai
konsumerisme, atau segera mengambil sikap untuk kehidupan yang lebih
baik sebagai penerus bangsa.
Sudah
saatnya mahasiswa kembali hadir dalam habitatnya. Kita perlu
merefleksikan diri kita, apakah kita menjadi seorang yang hedon dan
yang apatis terhadap bangsa dan negara, mengutamakan budaya konsumsi
yang tinggi, serta berkiblat pada westernisasi yang sifatnya negatif,
ataukah menjadi agen
of change
dan seutuhnya menjadi partner yang baik dalam membangun bangsa dan
negara.
MAHASISWA
BARU DI TENGAH KEPUNGAN APATISME
Apatis
adalah kurangnya emosi, motivasi atau antusiasme. Apatis merupakan
istilah psikologis untuk keadaan ketidakpedulian, di mana seorang
individu tidak menanggapi rangsangan kehidupan emosional, sosial atau
fisik. Salah
satu “penyakit” yang melekat pada kebanyakan mahasiswa baru
adalah sikap apatis mereka terhadap pentingnya berorganisasi, sikap
acuh tak acuh mahasiswa baru terhadap berbagai isu yang berkembang.
Memang belum ada data pasti mengenai seberapa besar angka atau
persentase jumlah mahasiswa Indonesia yang menganggap organisasi
sebagai hal yang tidak penting. Pada beberapa mahasiswa baru, virus
apatisme yang mengidap mereka bisa diamati dari tampak jelasnya sikap
masa bodoh terhadap kegiatan-kegiatan positif, seperti ikut aktif
dalam forum diskusi, mengurus komunitas belajar, atau ikut
berpartisipasi dalam aksi demonstrasi. Kegiatan para mahasiswa yang
apatis terhadap aktivitas-aktivitas positif seperti ini pada
hari-hari kuliah biasanya hanya “ku-pu-ku-pu”
(kuliah-pulang-kuliah-pulang), sikap apatis mahasiswa baru sulit
diberantas di tengah kepungan apatisme yang juga menjangkiti sebagian
mahasiswa awal (senior).
Upaya
memerangi sikap apatisme pada mahasiswa, peran senior mutlak perlu.
Setiap mahasiswa, punya latar belakang, minat dan bakat yang berbeda.
Dalam hal ini, senior harus berperan untuk memfasilitasi
masing-masing mahasiswa yang punya perbedaan untuk bergabung dalam
organisasi tertentu yang sesuai dengan minat dan bakat. Senior harus
bisa mengidentifikasi “selera” setiap mahasiswa yang berbeda-beda
(Put
the right man in the right place).
Menurut
beberapa mahasiswa, durasi kuliah idealnya adalah empat tahun.
Mahasiswa yang lulus di atas empat tahun masa kuliah, disimpulkan
sebagai mahasiswa yang telat lulus. Menurut beberapa mahasiswa yang
menganut durasi ideal seperti ini, salah satu penyebab lamanya
seorang mahasiswa telat lulus adalah karena aktif berorganisasi
sehingga fokus utamanya bukan pada upaya menyelesaikan kuliah semata.
Inti dari asumsi keliru ini, mahasiswa yang aktif berorganisasi tidak
akan bisa lulus kuliah dalam waktu yang cepat.
Asumsi ini mudah sekali terbantahkan. Beberapa mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi justru dapat menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang cepat, sesuai targetnya. Lagi pula, mahasiswa yang aktif berorganisasi tetapi tidak bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu yang cepat, sudah punya kecakapan yang memadai untuk siap terjun dalam lingkungan sosial sebagai bentuk pengabdian mahasiswa.
Asumsi ini mudah sekali terbantahkan. Beberapa mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi justru dapat menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang cepat, sesuai targetnya. Lagi pula, mahasiswa yang aktif berorganisasi tetapi tidak bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu yang cepat, sudah punya kecakapan yang memadai untuk siap terjun dalam lingkungan sosial sebagai bentuk pengabdian mahasiswa.
PENGEMIS
SEMAKIN BERKEMBANG BIAK
Pengemis
adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta
di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas
kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum. Mengemis
adalah hal yang sangat memalukan dan hina, hanya merendahkan harga
diri. Akan tetapi bila anda memasuki lingkungan masjid agung demak,
kompleks makam sunan kalijaga, anda akan mendapati bahwa rasa hina
dan memalukan karena meminta-minta, itu tidak dipedulikan lagi.
Rasanya miris sekali melihat kondisi rakyat yang mengiba dan
menengadahkan tangan kepada orang-orang, sedangkan para pejabat
seakan tidak melihat maupun mendengar apapun.
Kemiskinan
dan tekanan dalam menghadapi kejamnya kehidupan memaksa mereka untuk
menjadi pengemis. Masalah pengemis, tidak hanya terjadi di Demak,
hampir seluruh daerah memilik problem yang sama. Apalagi pada bulan
ramadhan seperti ini, eksodus Gepeng dari pinggiran ke kota makin
marak. Namun di sisi lain anda kerap mendengar oknum yang ber
"pura-pura" miskin, mereka mendandani diri mereka
sedemikian rupa hingga siapapun akan menaruh iba pada mereka. Padahal
mereka mampu bekerja. Lucunya pendapatan mereka dengan mengemis
ternyata lebih tinggi dari pada bekerja seperti lazimnya masyarakat.
Sikap
kita pada para pengemis, Bagaimana?
Tidak
mudah menjawab pertanyaan ini, karena faktanya kita melihat
kemiskinan sangat tinggi. Mereka miskin karena tak ada lagi pekerjaan
yang bisa dilakukan. Kekurangan fisik dan usia yang telah uzur, serta
kemampuan yang terbatas tak mampu lagi bergelut dalam kerasnya roda
ekonomi, membuat
mereka tersingkir ke gerbong kemiskinan. Bertahun-tahun mereka
mengemis tak
membuat mereka beranjak menjadi mandiri menghidupi diri mereka
sendiri. Recehan gopek dan seribu, yang mereka terima tidak bisa
dijadikan modal usaha. Karena recehan yang mereka terima hanya cukup
mengganjal perut mereka. Memberi receh hanya membuat orang miskin
bisa makan pada hari itu juga. Karena uang yang mereka terima hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak tahu
bagamana cara menggunakannya dengan baik. Biasanya orang miskin itu
tak jauh dari kebodohan dan sulit mengakses kesempatan kerja &
usaha. Oleh karena itu selain recehan, mereka butuh skill & modal
terutama perbaikan mental. Karena itu, salah satu solusi untuk
mengurangi jumlah pengemis dengan memperbaiki mental terlebih
dahulu, mengajak mereka untuk diberikan pelatihan agar mempunyai soft
skill yang
nantinya mereka akan produktif. Dan disini peran mahasiswa pendidikan
luar sekolah sangat penting untuk membantu membuat program dimana
tenaga kerjanya nanti berasal dari kalangan Gepeng.
Program pengurangan kemiskinan, dikenal sebagai penanganan masyarakat
urban Kawasan Kota Lama melalui Lembaga Pendamping Buruh Tani dan
Nelayan (LPU BTN) yang diketuai oleh Prof. Agnes Widanti SH CN,
adalah keberhasilan mengubah perilaku masyarakat untuk tidak
mengemis. Data menunjukkan pada 2004 sekitar 70% masyarakat penghuni
kawasan kota lama adalah pengemis. Setelah berjalan selama empat
tahun, program itu berhasil mengurangi jumlah pengemis dari yang
asalnya sebanyak 300 orang menjadi 14 orang saja pada 2005
(suaramerdeka, 05/09/05).
PENGARUH
JARINGAN SOSIAL TERHADAP POLA PIKIR MASYARAKAT
Perkembangan teknologi dan informasi yang kian maju, berkembang
situs-situs jejaring sosial di kalangan masyarakat luas.
Situs-situs tersebut kini sudah sangat menjamur di semua kalangan
masyarakat. Mulai dari anak kecil, remaja hingga dewasa menggunakan
fasilitas ini untuk berhubungan dengan teman ataupun mengenal teman
baru.
Dampak Internet
Dampak positifnya berkat situs jejaring social ini kita jadi lebih
mudah berinteraksi dengan pengguna-pengguna lain yang memanfaatkan
situs jejaring social ini untuk memperluas pergaulan. Selain itu
situs jejaring social ini bias juga dijadikan media promosi bisnis
atau sebagainya. Sedangkan dampak negatifnya adalah kita banyak
kehilangan waktu yang bermanfaat, juga menimbulkan efek stress yang
dibawa penyakit ini yaitu aktivitas otak dan tekanan darah meningkat
karena terisolir dari internet. Selain itu yang tidak kalah
mengejutkan yaitu dampak biologis itu sendiri yaitu mengubah alur
kerja gen, menghambat respons system imun, tingkat hormon, dan fungsi
arteri serta memengaruhi kondisi mental. Akhirnya, hal tersebut dapat
meningkatkan risiko gangguan kesehatan seperti kanker, stroke,
penyakit jantung, dan dementia (semacam kelainan jiwa). Seorang pakar
psikolog di Amerika David Greenfield, menemukan sekitar 6% dari
pengguna internet mengalami kecanduan. Orang-orang tersebut mengalami
gejala yang sama dengan kecanduan obat bius, yaitu lupa waktu dalam
berinternet.
Tips Mngurangi Kecanduan Internet
Fenomena diatas menandakan bahwa internet sudah mulai berhasil“
menghipnotis” para penggunanya dan berarti tugas kita adalah
bagaimana keluar dari kecanduan tersebut. Namanya juga candu, maka
perlu waktu yang cukup lama untuk merubah kecanduan internet menjadi
sesuatu yang proporsional dimana internet benar-benar berjalan sesuai
fungsinya yang positif. Berikut beberapa tips untuk mengurangi
kecanduan internet.
1.Niat yang kuat
1.Niat yang kuat
2.Cari tau masalahnya.
3.Ubah pola kebiasaan online
4.Atur ulang jadwal rutinitas.
PENDIDIKAN DI INIDONESIA BERHASIL ATAU GAGAL
?
Pendidikan berasal
dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan member latihan
(ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan
pendidikan mempunyai
pengertian yaitu proses pengubahan
sikap dan tatalaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Pendidikan Indonesia semakin hari
kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap
kualitas pendidikan di Negara-negara
berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14
negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada
level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu factor rendahnya kualitas pendidikan
di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi
anak.Para pendidik sering kali memaksakan kehendaknya tanpa pernah
memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya.
Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah
dan potensi parasiswa. Pendidikan seharusnya
memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang
membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan
yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk
kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak
tidak bias diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa,
kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan
semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan
pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah
lagi, pendidikan tidak mampu
menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di
Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi,
para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bias
menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang
tersedia terbatas.
Tilaar (1991) mengidentifikasikan di dalam dunia pendidikan kita
sekarang mengalami 4 krisis pokok antara lain :
- Kualitas pendidikan
- Mutu guru yang masih rendah
- Alat bantu proses belajar mengajar
- Tidak meratanya kualitas lulusan yang dihasilkan
- Relevansi
- Elitisme ialah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah meguntungkan kelompok masyarakat kecil atau yang justru mampu di tinjau dari segi ekonomi
- Manajemen Ketidakadaan manager yang professional ini yang melingkupi kesemua jenjang dan jenis pendidikan menuntut adanya kerja keras dari berbagai macam fihak,untuk mengelola SDM dan SDA, dana yang perlu dialokasikan secara tepat, bebas dari unsur politik.
- Pemerataan pendidikan Pendidikan di Indonesia mengarah kepada Sekularisme Materialistik, yang artinya pendidikan hanya mementingkan kelulusan dan mencari kerja dengan cepat bukan membuat lapangan pekerjaan. Akibatnya banyak terjadi kecurangan, dan secara tidak sengaja embrio korupsi berkembang biak dimana-mana. Kesadaran diri yang sangat tinggi akan membantu pertumbuhan Indonesia untuk menyonyong 100 tahun Indonesia Emas.