Rabu, 19 Desember 2012

Hedonisme

MASALAH SOSIAL DI LINGKUNGAN MASYARAKAT


HEDONISME LUMPUHKAN KARAKTER MAHASISWA
Hedonisme yang berasal dari bahasa Yunani Hedone yang berarti kesenangan atau kenikmatan.Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Kehidupan arus globalisasi dan modernisasi yang kian tidak terbendung semakin menandakan keterpurukan intelektual mahasiswa dewasa ini. Ekonomi kapitalis dan konsumerisme tingkat tinggi justru telah menenggelamkan ide-ide segar kaum muda terhadap perubahan bangsa. Seperti seolah tidak peduli, lambat laun negara ini bak kapal bocor di dasarnya karena tidak ada agent of change yang selalu siap mengawal  kemana negeri ini akan dilayarkan.
Gejala hedonisme ? Rasa gengsi tinggi yang diperoleh dari menonjolkan merek-merek terkenal dan mahal, atau simbol-simbol kemewahan lainnya adalah merupakan gejala umum sekarang ini.Padahal dalam sebuah forum Prof. Husein Haikal, MA (guru besar UNY) pernah berkata bahwa “Untuk menjadi orang hebat dan sukses itu usaha dan tantangannya luar biasa”. Tidak ada orang besar di negeri ini yang masa mudanya hanya dipenuhi oleh kegiatan hura-hura dan berfoya-foya, pasti pada masa mudanya dijalani dengan usaha keras.
Hedonisme mempunyai makna sebagai perasaan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar yang ada di luar komunitas mereka. Pencetus paham hedonisme adalah Filsuf Epicurus (341-270 SM), yang berpendapat bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan paling utama dalam hidup. Filsafatnya dititikberatkan pada etika yang memberikan ketenangan batin. Kalau manusia mempunyai ketenangan batin, maka manusia mencapai tujuan hidupnya. Akibat budaya hedonis tersebut, mahasiswa jauh dari budaya berpikir kritis, bahkan mereka menjadi alergi dan antipati dalam merespons segala persoalan yang kini menggerogoti bangsa Indonesia. Akankah selamanya seperti ini? Terpenjara dalam labirin kehidupan hedonis yang tak akan pernah putus dan diperbudak oleh kapitalis serta menjungjung tinggi nilai-nilai konsumerisme, atau segera mengambil sikap untuk kehidupan yang lebih baik sebagai penerus bangsa.
Sudah saatnya mahasiswa kembali hadir dalam habitatnya. Kita perlu merefleksikan diri kita, apakah kita menjadi seorang yang hedon dan yang apatis terhadap bangsa dan negara, mengutamakan budaya konsumsi yang tinggi, serta berkiblat pada westernisasi yang sifatnya negatif, ataukah menjadi agen of change dan seutuhnya menjadi partner yang baik dalam membangun bangsa dan negara.
MAHASISWA BARU DI TENGAH KEPUNGAN APATISME
 
Apatis adalah kurangnya emosi, motivasi atau antusiasme. Apatis merupakan istilah psikologis untuk keadaan ketidakpedulian, di mana seorang individu tidak menanggapi rangsangan kehidupan emosional, sosial atau fisik. Salah satu “penyakit” yang melekat pada kebanyakan mahasiswa baru adalah sikap apatis mereka terhadap pentingnya berorganisasi, sikap acuh tak acuh mahasiswa baru terhadap berbagai isu yang berkembang. Memang belum ada data pasti mengenai seberapa besar angka atau persentase jumlah mahasiswa Indonesia yang menganggap organisasi sebagai hal yang tidak penting. Pada beberapa mahasiswa baru, virus apatisme yang mengidap mereka bisa diamati dari tampak jelasnya sikap masa bodoh terhadap kegiatan-kegiatan positif, seperti ikut aktif dalam forum diskusi, mengurus komunitas belajar, atau ikut berpartisipasi dalam aksi demonstrasi. Kegiatan para mahasiswa yang apatis terhadap aktivitas-aktivitas positif seperti ini pada hari-hari kuliah biasanya hanya “ku-pu-ku-pu” (kuliah-pulang-kuliah-pulang), sikap apatis mahasiswa baru sulit diberantas di tengah kepungan apatisme yang juga menjangkiti sebagian mahasiswa awal (senior).
Upaya memerangi sikap apatisme pada mahasiswa, peran senior mutlak perlu. Setiap mahasiswa, punya latar belakang, minat dan bakat yang berbeda. Dalam hal ini, senior harus berperan untuk memfasilitasi masing-masing mahasiswa yang punya perbedaan untuk bergabung dalam organisasi tertentu yang sesuai dengan minat dan bakat. Senior harus bisa mengidentifikasi “selera” setiap mahasiswa yang berbeda-beda (Put the right man in the right place).
Menurut beberapa mahasiswa, durasi kuliah idealnya adalah empat tahun. Mahasiswa yang lulus di atas empat tahun masa kuliah, disimpulkan sebagai mahasiswa yang telat lulus. Menurut beberapa mahasiswa yang menganut durasi ideal seperti ini, salah satu penyebab lamanya seorang mahasiswa telat lulus adalah karena aktif  berorganisasi sehingga fokus utamanya bukan pada upaya menyelesaikan kuliah semata. Inti dari asumsi keliru ini, mahasiswa yang aktif berorganisasi tidak akan bisa lulus kuliah dalam waktu yang cepat.
 Asumsi ini mudah sekali terbantahkan. Beberapa mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi justru dapat menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang cepat, sesuai targetnya. Lagi pula, mahasiswa yang aktif berorganisasi tetapi tidak bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu yang cepat, sudah punya kecakapan yang memadai untuk siap terjun dalam lingkungan sosial sebagai bentuk pengabdian mahasiswa.

PENGEMIS SEMAKIN BERKEMBANG BIAK
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum. Mengemis adalah hal yang sangat memalukan dan hina, hanya merendahkan harga diri. Akan tetapi bila anda memasuki lingkungan masjid agung demak, kompleks makam sunan kalijaga, anda akan mendapati bahwa rasa hina dan memalukan karena meminta-minta, itu tidak dipedulikan lagi. Rasanya miris sekali melihat kondisi rakyat yang mengiba dan menengadahkan tangan kepada orang-orang, sedangkan para pejabat seakan tidak melihat maupun mendengar apapun.
Kemiskinan dan tekanan dalam menghadapi kejamnya kehidupan memaksa mereka untuk menjadi pengemis. Masalah pengemis, tidak hanya terjadi di Demak, hampir seluruh daerah memilik problem yang sama. Apalagi pada bulan ramadhan seperti ini, eksodus Gepeng dari pinggiran ke kota makin marak. Namun di sisi lain anda kerap mendengar oknum yang ber "pura-pura" miskin, mereka mendandani diri mereka sedemikian rupa hingga siapapun akan menaruh iba pada mereka. Padahal mereka mampu bekerja. Lucunya pendapatan mereka dengan mengemis ternyata lebih tinggi dari pada bekerja seperti lazimnya masyarakat.
Sikap kita pada para pengemis, Bagaimana?
Tidak mudah menjawab pertanyaan ini, karena faktanya kita melihat kemiskinan sangat tinggi. Mereka miskin karena tak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan. Kekurangan fisik dan usia yang telah uzur, serta kemampuan yang terbatas tak mampu lagi bergelut dalam kerasnya roda ekonomi, membuat mereka tersingkir ke gerbong kemiskinan. Bertahun-tahun mereka mengemis tak membuat mereka beranjak menjadi mandiri menghidupi diri mereka sendiri. Recehan gopek dan seribu, yang mereka terima tidak bisa dijadikan modal usaha. Karena recehan yang mereka terima hanya cukup mengganjal perut mereka. Memberi receh hanya membuat orang miskin bisa makan pada hari itu juga. Karena uang yang mereka terima hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak tahu bagamana cara menggunakannya dengan baik. Biasanya orang miskin itu tak jauh dari kebodohan dan sulit mengakses kesempatan kerja & usaha. Oleh karena itu selain recehan, mereka butuh skill & modal terutama perbaikan mental. Karena itu, salah satu solusi untuk mengurangi jumlah pengemis dengan memperbaiki mental terlebih dahulu, mengajak mereka untuk diberikan pelatihan agar mempunyai soft skill yang nantinya mereka akan produktif. Dan disini peran mahasiswa pendidikan luar sekolah sangat penting untuk membantu membuat program dimana tenaga kerjanya nanti berasal dari kalangan Gepeng. Program pengurangan kemiskinan, dikenal sebagai penanganan masyarakat urban Kawasan Kota Lama melalui Lembaga Pendamping Buruh Tani dan Nelayan (LPU BTN) yang diketuai oleh Prof. Agnes Widanti SH CN, adalah keberhasilan mengubah perilaku masyarakat untuk tidak mengemis. Data menunjukkan pada 2004 sekitar 70% masyarakat penghuni kawasan kota lama adalah pengemis. Setelah berjalan selama empat tahun, program itu berhasil mengurangi jumlah pengemis dari yang asalnya sebanyak 300 orang menjadi 14 orang saja pada 2005 (suaramerdeka, 05/09/05).

PENGARUH JARINGAN SOSIAL TERHADAP POLA PIKIR MASYARAKAT
Perkembangan teknologi dan informasi yang kian maju, berkembang situs-situs jejaring sosial di kalangan masyarakat luas. Situs-situs tersebut kini sudah sangat menjamur di semua kalangan masyarakat. Mulai dari anak kecil, remaja hingga dewasa menggunakan fasilitas ini untuk berhubungan dengan teman ataupun mengenal teman baru.
Dampak Internet
Dampak positifnya berkat situs jejaring social ini kita jadi lebih mudah berinteraksi dengan pengguna-pengguna lain yang memanfaatkan situs jejaring social ini untuk memperluas pergaulan. Selain itu situs jejaring social ini bias juga dijadikan media promosi bisnis atau sebagainya. Sedangkan dampak negatifnya adalah kita banyak kehilangan waktu yang bermanfaat, juga menimbulkan efek stress yang dibawa penyakit ini yaitu aktivitas otak dan tekanan darah meningkat karena terisolir dari internet. Selain itu yang tidak kalah mengejutkan yaitu dampak biologis itu sendiri yaitu mengubah alur kerja gen, menghambat respons system imun, tingkat hormon, dan fungsi arteri serta memengaruhi kondisi mental. Akhirnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan seperti kanker, stroke, penyakit jantung, dan dementia (semacam kelainan jiwa). Seorang pakar psikolog di Amerika David Greenfield, menemukan sekitar 6% dari pengguna internet mengalami kecanduan. Orang-orang tersebut mengalami gejala yang sama dengan kecanduan obat bius, yaitu lupa waktu dalam berinternet.
Tips Mngurangi Kecanduan Internet
Fenomena diatas menandakan bahwa internet sudah mulai berhasil“ menghipnotis” para penggunanya dan berarti tugas kita adalah bagaimana keluar dari kecanduan tersebut. Namanya juga candu, maka perlu waktu yang cukup lama untuk merubah kecanduan internet menjadi sesuatu yang proporsional dimana internet benar-benar berjalan sesuai fungsinya yang positif. Berikut beberapa tips untuk mengurangi kecanduan internet.
1.Niat yang kuat
2.Cari tau masalahnya.
3.Ubah pola kebiasaan online
4.Atur ulang jadwal rutinitas.

PENDIDIKAN DI INIDONESIA BERHASIL ATAU GAGAL ?
Pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan member latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu factor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak.Para pendidik sering kali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi parasiswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bias diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bias menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.
Tilaar (1991) mengidentifikasikan di dalam dunia pendidikan kita sekarang mengalami 4 krisis pokok antara lain :
  1. Kualitas pendidikan
  • Mutu guru yang masih rendah
  • Alat bantu proses belajar mengajar
  • Tidak meratanya kualitas lulusan yang dihasilkan
  1. Relevansi
  2. Elitisme ialah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah meguntungkan kelompok masyarakat kecil atau yang justru mampu di tinjau dari segi ekonomi
  3. Manajemen Ketidakadaan manager yang professional ini yang melingkupi kesemua jenjang dan jenis pendidikan menuntut adanya kerja keras dari berbagai macam fihak,untuk mengelola SDM dan SDA, dana yang perlu dialokasikan secara tepat, bebas dari unsur politik.
  4. Pemerataan pendidikan Pendidikan di Indonesia mengarah kepada Sekularisme Materialistik, yang artinya pendidikan hanya mementingkan kelulusan dan mencari kerja dengan cepat bukan membuat lapangan pekerjaan. Akibatnya banyak terjadi kecurangan, dan secara tidak sengaja embrio korupsi berkembang biak dimana-mana. Kesadaran diri yang sangat tinggi akan membantu pertumbuhan Indonesia untuk menyonyong 100 tahun Indonesia Emas.

0 komentar:

Posting Komentar